Sabtu, 20 Juni 2020

PGRI SEJAK LAHIRNYA ORDE BARU 1967-1998


Meski telah merdeka, Indonesia pada tahun 1950 hingga 1960-an berada dalam kondisi yang relatif tidak stabil. Bahkan setelah Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949, keadaan politik maupun ekonomi di Indonesia masih labil karena ketatnya persaingan di antara kelompok-kelompok politik. Keputusan Soekarno untuk mengganti sistem parlemen dengan Demokrasi Terpimpin memperparah kondisi ini dengan memperuncing persaingan antara angkatan bersenjata dengan Partai Komunis Indonesia, yang kala itu berniat mempersenjatai diri. Sebelum sempat terlaksana, peristiwa Gerakan 30 September terjadi dan mengakibatkan diberangusnya Partai Komunis Indonesia dari Indonesia. Sejak saat itu, kekuasaan Soekarno perlahan-lahan mulai melemah.

Ketika gelombang demonstrasi menuntut pembubaran PKI semakin keras, pemerintah tidak segera mengambil tindakan. Keadaan negara Indonesia sudah sangat parah, baik dari segi ekonomi maupun politik. Harga barang naik sangat tinggi terutama Bahan bakar minyak (BBM). Oleh karenanya, pada tanggal 12 Januari 1966, KAMI dan KAPPI memelopori kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila mendatangi DPR-GR menuntut Tritura (Tri Tuntutan Rakyat) . Isi Tritura adalah:

  1. Pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya
  2. Perombakan kabinet Dwikora
  3. Turunkan harga pangan

Tuntutan pertama dan kedua sebelumnya sudah pernah diserukan oleh KAP-Gestapu (Kesatuan Aksi Pengganyangan Gerakan 30 September). Sedangkan tuntutan ketiga baru diserukan saat itu. Tuntutan ketiga sangat menyentuh kepentingan orang banyak.

Pada tanggal 21 Februari 1966 Presiden Soekarno mengumumkan reshuffle kabinet. Dalam kabinet itu duduk para simpatisan PKI. Kenyataan ini menyulut kembali mahasiswa meningkatkan aksi demonstrasinya. Tanggal 24 Februari 1966 mahasiswa memboikot pelantikan menteri-menteri baru. Dalam insiden yang terjadi dengan Resimen Tjakrabirawa, Pasukan Pengawal Presiden Soekarno, seorang mahasiswa Arif Rahman Hakim meninggal. Pada tanggal 25 Februari 1966 KAMI dibubarkan, namun hal itu tidak mengurangi gerakan-gerakan mahasiswa untuk melanjutkan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura).

Rentetan demonstrasi yang terjadi menyuarakan Tritura akhirnya diikuti keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) oleh Presiden Soekarno yang memerintahkan kepada Mayor Jenderal Soeharto selaku panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban


PGRI Sejak Lahirnya Orde Baru 1967-1998

Sejak lahirnya orde baru hingga berakhir era ini. Periode ini  sebagai “tahap stabilitasi dan pertumbuhan” setelah organisasi ini selamat dari ujian berat dan kemudian menemukan momentum pertumbuhannya yang baru. Sebagai komponen orde baru , PGRI menikmati masa-masa perkembangan dan stabilitas dan kekohesifan pada interen organisasi. Stabilitas ini secara simbolis direpresentasikan antara lain pada pengurusnya. Setelah melewati empat periode kepemimpinan dibawah M.E Subiadinata sebagai ketua umum PB-PGRI (1956-1969) yang diselingi oleh slamet I menyusut wafatnya M.E subiadinata tahun 1969 PB PGRI dipimpinoleh Basyuni Surimiharja selama enam periode (1970-1998). Tahap stabilitasi dan pertumbuhan diwujudkan antara lain:

  1. Kesatuan Aksi Guru Indonesia
  2. Konsolidasi organisasi pada Awal Orde Baru
  3. Arti Lambang PGRI
  4. Berdirinya YPLP-PGRI dan Wisma Guru
  5. Refleksi tentang Masa Depan PGRI

 Kesatuan Aksi  Guru Indonesia  (KAGI)

Bersama-sama Persatuan Guru NU, Ikatan Guru Muhammadiyah, Ikatan Guru PSII (Serikat Islam Indonesia), Ikatan Guru Marhaenis ( PNI Osa-Usep), Persatuan Guru Kristen Indonesia, Ikatan Guru Katholik, Persatuan Guru Islam Indonesia,dan Persatuan Guru Perti membentuk KAGI.   Pembentukan KAGI di Jawa Tengah dan Jawa Timur antara lain adalah untuk menyelamatkan PGRI. Hasilnya dari kemelut politik waktu itu telah mengadakan Konferda dan terpilhnya Pengurus Daerah PGRI yang baru.  Tugas Utama KAGI antara lain membersihkan dunia pendidikan Indonesia dari unsur-unsur PKI dan Orde Lama, yaitu PGRI Non Vaksentral ,Serikat Sekerja Pendidikan ,dan PGTI (Persatuan Guru Teknik Indonesia, menyatukan guru didalam suatu wadah organisasi Guru (PGRI), Memperjuangkan agar PGRI  menjadi Organisasi Guru yang tidak hanya bersifat Unitaristik tetapi juga Independen dan Non partai Politik.

            Konggres PGRI ke IX dua kali.  Konggres PGRI ke IX mengalami kegagalan  dikarenakan rencana bulan November 1965 gagal karena adanya peristiwa G 30 S PKI dan  Keuangan,  recana bulan November 1966 , gagal karena terjadinya dualisme kepemimpinan nasional dan kehidupan politik di Indonesia,ada anjuran dari pemerintah untuk tidak menyelenggarakan konggres sehubungan dengan akan dilaksanakannya Sidang Umum MPRS 1966.  Konggres PGRI X Bulan Oktober 1962 di Jakarta, periode 1962 s.d 1965 merupakan periode yang paling sulit bagi kepengurusan PGRI ,karena terjadinya perpecahan dalam tubuh  PGRI. Sehingga prinsip “ siapa kawan dan siapa lawan “ berlaku pula pada tubuh PGRI. Kawan adalah semua golongan Pancasilais anti PKI. Lawan adalah PKI yang memaksakan “Pendidikan Panca Cinta” dan “ Panca Tinggi” Tahun 1964 dibentuknya PGRI Non Vaksentral di berbagai daerah oleh PKI.

Konsolidasi Pgri

Kegiatan PGRI terpusat pada penanganan KAGI dan konsolidasi Organisasi (melalui persiapan konggres XI pada Zaman Orde Baru). Konggres PGRI XI terlaksana pada tgl 15 s.d 20 Maret 1967 di Bandung .

Hasil Konggres XI Bidang Umum:

  1. Memenangkan perjuangan untuk menengakkan dan mengembangkan Orde Baru demi suksesnya Dwi Dharma dan Catur Karya Kabinet Ampera.
  2. Mendukung sepenuhnya keputusan dan ketetapan Sidang Umum Istimewa MPRS 1966.
  3. Pancasila sebagai Dasar dan Falsafah Negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD1945.
  4. Menolak Manifesto Politik (Manipol) sebagai haluan negara.
  5. Menjunjung tinggi hak asasi manusia.
  6. Semua lembaga negara yang ekstra konstitusional supaya segera dibubarkan.
  7. Mengikis habis sisa – sisa Gestapu/PKI dengan berpegang teguh kepada instruksi KOTI 22 dan KOGAM 09.
  8. PGRI Non Vaksentral PKI ,Serikat Sekerja Pendidikan,PGTI,dinyatakan sebagai ormas terlarang karena merupakan organisasi antek PKI
  9. Diaktifkannya kembali 27 pejabat kementrian P &K , mereka mempertahankan pendidikan yang berdasarkan Pancasila serta menolak Panca Cinta dan Panca Tinggi.
  10. Disetujuinya PGRI untuk bergabung dalam barisannya Sekber Golkar
  11. PGRI diwakili secara resmi dalam DPRGR /MPRS.
  12. Front Nasional dibubarkan
  13. PGRI ditegaskan kembali sebagai organisasi yang bersifat Unitaristik, independen .

Hasil Konggres PGRI XI Di Bidang Organisasi:

  1. Konsolidasi dan pengembangan organisasi ke dalam dan keluar daerah untuk menciptakan kekompakan pada seluruh potensi pendidikan.
  2. Perubahan dan penyempurnaan AD/ART PGRI yang sesuai dengan perkembangan Politik Orde Baru.
  3. Istilah Panitera umum diganti dengan Sekretaris Jendral ,dan Panitera diganti dengan sekretaris
  4. Perluasan keanggotaan PGRI dari Guru TK,sampai dengan Dosen Perguruan Tinggi.
  5. Penentuan Kriteria /persaratan pengurus PGRI mulai tingkat Pengurus Besar,Pengurus Daerah,pengurus Cabang hingga ranting.
  6. Intensifikasi penerangan tentang kegiatan organisasi melalui Pers, radio, TV, dan Majalah Suara Guru.
  7. Pendidikan Kader Organisasi secara teratur dan berencana.
  8. KAGI dapat berjalan terus selama masih dipertlukan dalam menanggapi situasi perjuangan Tritura Ampera.
  9. PGRI menjadi anggota WCOTP ( World Confederation of Organization of The Teacher Profession).
  10. Menyatakan PGRI siap untuk menjadi tuan rumah pelaklsanaan Asian Regional Conference (ARC WCOTP)

 Koalisi Organisasi PGRI Pada Masa Orde Baru

Konsolidasi PGRI dilakukan kedaerah- daerah dan cabang-cabang dengan prioritas ke Jawa Tengah, dan Jawa Timur . Karena akibat kuatnya pengaruh PGRI Non Vaksentral/PKI pada waktu itu. berawal dari zaman ORLA ketika Politik menjadi panglima sehingga banyak guru dan pengurus PGRI yang harus memilih dan berlindung dibawah Partai Politik yang berkuasa pada waktu itu.

Porak porandanya kereta PGRI di jawa tengah ( HarianKompas tahun1967) Kepada PB PGRI pada masa Konggres XI di Bandung , tulisan ini merupakan “serangan “ karena kelompok tertentu merasa tidak terwakili dalam susunan Pengurus Besar PGRI  dan PGRI dianggap terlalu dekat dengan TNI Angkatan Darat serta Sekber Golkar.

 Kunjungan PB PGRI secara intensip ke Jawa Tengah dan jawa Timur melalui Panglima Militer setempat untuk menghimbau Pengurus Daerah yang masih merasa ragu-ragu agar mengerti aspirasi Orde Baru dan menyadari bahwa sikap “ kepala batu “ mereka dapat menyebabkan PGRI dibekukan atau dibubarkan oleh penguasa militer. Pengurus PGRI yang ditugaskan untuk berkunjung adalah  :

1.       ME.Subiyadinata ( Ketua Umum PB PGRI)

2.       Slamet ( Sekretaris Kemasyarakatan/ Kebudayaan)

3.       Drs.M.Rusli Yunus (Sekretaris Sosial Ekonomi)

4.       Drs.WDF Rindorindo (Sekretaris Pendidikan )

5.       T.Simbolon ( ( Sekretaris Penerangan /Humas)

   Pada awal tahun 1969 atas desakan Panitia Perbaikan Nasib Guru yang dibentuk oleh PGRI , “ Pemerintah setuju untuk mencairkan kembali tunjangan kelebihan jam mengajar bagi guru-guru SD di seluruh Indonesia” . PB PGRI diundang untuk hadir di Jl . Merdeka Barat No 15 Jakarta oleh Menteri P&K Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Keuangan untuk menyampaikan persetujuan Presiden tentang tunjangan kelebihan jam mengajar bagi guru-guru tersebut.

Bulan Juni 1966 PGRI secara resmi diterima sebagai anggota WCOTP (World Confederation of Organization of the Teaching Profession ) Dalam Konggres Guru di Seoul ,Korea Selatan. Bulan April 1969 PGRI (Indonesia ) sebagai tuan rumah pelaksanaan Asian Regional Conference (ARC-WCOTP) konferensi internasional organisasi guru di Jakarta. Diketuai oleh Slamet dan H.M Hidayat sebagai sekretaris.

PGRI diundang untuk mengikuti Trade Union Leader Cou di Negeri Belanda selama 4 bulan dengan bantuan Departemen Tenaga Kerja dan bekerjasama dengan Serikat Buruh Belanda. Kursus ini dilakan 2 angkatan : tahun 1969  dan tahun 1970.  Drs.M.Rusli Yunus ( PGRI) diundang oleh IFFTU (The International Federation of Free Teaachers Union) dan EEC (European Economic Community) sekarang menjadi Uni Eropa ( European Union) satu minggu di Brussel Belgia dan satu  minggu di Jerman Barat atas undangan dari FES (Frederich Eiber Stiftung).

            Tanggal 29 Juni s.d 25 Juli Konggres Pgri XII Di Bandung dengan Ketua PB PGRI Basyuni  hasil Konggres antara lain :

  1. Perubahan Struktur dan Suriamihardja (1970-1998)  basis - basis Organisasi PGRI ,yaitu tingkat cabang meliputi wilayah Kabupaten/Kotamadya,Wilayah anak cabang adalah Kecamatan.
  2. Administrasi organisasi disederhanakan dan diseragamkan untuk seluruh Indonesia.
  3. Lambang PGRI dan Mars PGRI dilampirkan dalam buku AD/ART PGRI
  4. Dalam rangka peringatan 25 tahun PGRI (November 1970) PB PGRI hendaknya menerbitkan Buku Sejarah Perjuangan PGRI yang juga menegaskan sifat-sifat PGRI yang Unitaristik , Independen dan non Partai Politik.
  5. Memanfaatkan keanggotaan PGRI dalam WCOTP untuk meningkatkan kerjasama Internasional yang berorientasi kepada kepentingan nasional serta mengindahkan dengan sunguh-sunguh politik bebas aktif yang dianut oleh Indonesia.
  6. Menjetujui PGRI menjadi anggota IFFTU sepanjang tidak merugikan identitas PGRI
  7. Dalam rangka kerjasama dengan negara – negara Asean PGRI  memainkan perannya ,terutama dalam pembangunan pendidikan dan kebudayaan Indonesia
  8. PB PGRI menetapkan pedoman tentang kebijaksanaan pengiriman petugas- petugas PGRI keluar negeri agar petugas/pengurus daerah dapat memperoleh kesempatan.

 Tanggal 21 s.d 25 November 1973 KONGRES XIII PGRI Jakarta menetapkan perubahan – perubahan yang mendasar dalam bidang organisasi PGRI  yaitu :

1.         Berubahnya sifat PGRI dari organisasi Serikat Pekerja menjadi organisasi profesi guru.

2.         Ditetapkannya Kode Etik Guru Indonesia .

3.         Perubahan Lambang dan Panji organisasi PGRI yang sesuai dengan organisasi profesi guru.

 Berdirinya YPLP PGRI Dan Wisma Guru

 Manfaat  yang dapat diambil dari ketetapan PGRI  sebagai organisasi profesi guru:

  1. Medan perjuangan pengabdian dan kekaryaan anggota PGRI dapat makin ditingkatkan dan dimantapkan
  2. Upaya peningkatan mutu profesionalisme para anggota PGRI dapat diperhatikan selaras kekuatan IPTEK
  3. Dapat dipupuk rasa persatuan dan Kesatuan yang makin kokoh diantara anggota PGRI 

Hasil Kongres XIV-XV di Jakarta

Hasil Kongres XIV PGRI di Jakarta pada tanggal  26-30 Juni 1979 ialah:

Pendirian wisma guru

  1. Mulai Januari 1980 setiap anggota PGRI dihimbau menyumbang Rp. 1000
  2. Terletak di Jalan Tanah Abang III/24, Jakarta Pusat, dijadikan kantor PB PGRI, dilengkapi ruang pertemuan, ruang perpustakaan, kamar pondokan
  3. Pembangunan GGI dari 20 Maret 1986 dan selesai 1 Maret 1987. Diresmikan oleh presiden Soeharto 21 April 1987

Pembina lembaga pendidikan PGRI

  1. Harus dilakukan secara konsepsional, nasional, terkendali secara organisatoris
  2. Tugas pokok : melakukan pembinaan, pengelolaan, pengembangan lembaga pendidikan  PGRI dan bertanggung jawab kepada PB-PGRI

 

Kongres XV-PGRI di Jakarta pada tanggal 16-21 Juli 1984 menetapkan pokok program PGRI (1984-1989) meliputi :

  1. Pembinaan dan pengembangan organisasi PGRI
  2. Tanggung jawab dan peranan PGRI dalam menyukseskan SU MPR 1983
  3. Repelita IV dan Pancakrida kabinet Pembangunan V
  4. Ikut menciptakan kerangka landasan bagi pertumbuhan atau pengembangan pembangunan nasional
  5. Tanggung jawab dan peranan PGRI sebagai komponen orba dalam menghadapi pemilu 1987

PGRI Sebagai Organisasi Kemasyarakatan

Keluarnya UU Nomor 8 tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan membawa konsekuensi pada penyesuaian AD/ART PGRI, yang antara lain menegaskan bahwa PGRI merupakan organisasi profesi ditetapkan lewat konfrensi pusat III tahun 1986

Hikmah dan manfaat PGRI sebagai organisai profesi:

  1. Medan perjuangan/pengabdian/ atau kekaryaan anggota PGRI dapat makin ditingkatkan
  2. Upaya peningkatan mutu profesionalisme makin diperhatikan selaras dengan perkembangan iptek
  3. Persatuan dan kesatuan para anggota makin kokoh

 

Banyak hal yang harus di perhatikan untuk menjadi professional. Kata professional diambil dari kata profesi, berikut karakteristik profesi itu sendiri  :

  1. Mensyaratkan pendidikan persiapan yang relatif panjang
  2. Menerapkan prinsip – prinsip keilmuan maupun teknologi yang cocok dengan perkembangan zaman
  3. Praktek yang insentif
  4. Otonom atau membuat keputusan – keputusan tanpa tekanan
  5. Akuntabel
  6. Kode etik sebagai norma
  7. Memperoleh imbalan yang layak
  8. Cita dan citra melayani
  9. Mengalami perkembangan dalam jabatan
  10. Membentuk asosiasi
  11. Bekerja mengacu pada standar tertentu
  12. Pengakuan atas tingkat keprofesionalan suatu profesi diperoleh dari masyarakat
  13. Tidak bisa digantikan oleh orang yang tidak disiapkan secara khusus

Untuk menjadi seorang guru banyak hal yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah kompetensi guru. Sosok utuh kompetensi profesional guru antara lain:

Kompetensi kemampuan akademik:

  1. Memahami peserta didik secara mendalam
  2. Menguasai bidang studi (disciplinary content + paedagogical content)
  3. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik
  4. Mengembangkan kemampuan profesional secara berkelanjutan

Kompetensi profesional : Penerapan kompetensi akademik dalam konteks autentik di sekolah

Dalam proses pembelajaran sesuai dengan pengalaman belajar untuk setiap kompetensi mengkaji penguasaan pengetahuan dan menghayati sikap, nilai, kebiasaan bertindak, termasuk melalui pemodelan. Asesmen kompetensi, pada akhir pendidikan dilakukan asesmen penguasaan kompetensi  yang lebih mengedepankan transparansi dari idependensi Bidang yang diases :

  • Penguasaan kompetensi akademik test objektif, esai, kasus terpusat
  • Persiapan mengajar produk penguji luar
  • Penguasaan kompetensi profesional diases berdasarkan pengamatan ahli terhadap keseharian kinerja calon guru atau penguji luar
  • Kemampuan melalui pengalaman portofolio yang diases kesetaraannya dengan persyaratan baku dalam kurikulum pendidikan profesional guru

Kesimpulan
    Guru pada masa Orde Baru sangat bergantung kepada pemerintah. Kondisi ini dialami baik oleh guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun guru swasta dalam aspek ekonomi, politik, budaya dan pedagogis. Ketergantungan ini dikarenakan pemerintah menjadikan pendidikan sebagai sarana untuk melanggengkan kehidupan politik penguasa, karena melalui proses pendidikan dapat dialihkan pemikiran-pemikiran dan cara-cara untuk mewujudkan kehidupan bersama dalam mempertahankan ideologi negara.
    Sistem ketergantungan guru terhadap pemerintah itu diatur melalui politik pendidikan Orde Baru yang sentralistik, birokratis dan korporatis. Dalam sistem pendidikan yang sentralistik, pendidikan dapat menjadi alat seleksi, kontrol dan sosialisasi nilai, pengetahuan, ekonomi dan keterampilan yang efektif dan masif agar tercapai legitimasi kekuasaaan. Dalam proses ini, pemerintah melalui konsep pendidikan yang intergralistik, menyeleksi, mengembangkan dan mengontrol nilai-nilai moral/kebudayaan dan kompetensi praktis sehingga menyatukan heterogenitas sub sistem sosial-budaya (pendidikan) agar dapat di mobilisasi. Akibatnya sistem pendidikan yang tunggal berdiri di atas sub kultur pendidikan bangsa yang plural.
    Birokrasi pendidikan telah menyebabkan para ilmuan dan akademisi, termasuk guru yang kreatif dan inovatif tidak mampu mengembangkan potensi mereka secara maksimal karena birokrasi menjadi pengawas masyarakat secara birokratis dan berjenjang dengan pengendalian yang ketat. Hal ini terjadi pada lembaga pendidikan yang ada di Indonesia, terutama lembaga pendidikan negeri. Untuk yang swasta, mereka harus mengikuti standar nasional dan standar itu yang menentukan adalah pemerintah melalui Depdiknas, maka dengan sendirinya lembaga pendidikan swasta ikut terjerat dalam birokrasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar