Bentuk pendidikan masa prasejarah masih sangat sederhana. Pendidikan
hanya dilakukan melalui keluarga. Orang tua memberikan materi pendidikan
kepada anak. Sesuai dengan karakteristik masyarakat yang sangat
tergantung pada alam dan lingkungan, materi pendidikan diarahkan pada
keterampilan untuk berburu, meramu, mengumpulkan makanan, bercocok
tanam, dan mencetak benda.
Model pendidikan berbentuk aplikatif,
langsung ke lapangan (alam terbuka) dan diturunkan secara turun-temurun.
Hal itu dapat dilihat dari kebudayaan yang dihasilkan masyarakat
prasejarah, mulai dari masa paleolithikum, mesolithikum, neolithikum,
megalithikum, dan perundagian. Pada masa perundagian, pendidikan sudah
diarahkan untuk menguasai pembuatan beberapa benda logam, misalnya
gerabah perunggu, kapak perunggu, bejana, nekara, moko, dll. Pengajaran
pada masa ini sudah dilakukan pada tingkat sosial tertentu. Manusia
dicita-citakan sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakatnya,
yaitu memiliki semangat gotong royong, menghormati para tetua, dan taat
kepada adat.
Pendidikan
di Zaman Hindu Kuno
Pada abad ke-8 M, di
kerajaan Mataram Kuno di salah satu tembok Candi Borobudur, terlihat suatu
lukisan di atas batu yang menggambarkan sekolah, seperti halnya yang berlaku
pada saat ini. Pendopo besar dan di tengah-tengah pendopo tampak terlihat
adanya seorang Brahma sedang di kanan kirinya
dan di depannya murid-murid membentuk sebuah lingkaran. Para siswa
memegang buku terlihat sedang menerima pelajaran.
Buku apa yang sedang
dibaca, tidak dapat diketahui secara pasti. Sistem yang dipakai pada masa
Hindu-Buddha adalah sistem asrama.
Siswa-siswa belajar dengan seorang guru dalam suatu rumah. Para pendidik saat
itu tidak menerima gaji namun hidupnya terjamin oleh para siswanya yang pada
waktu-waktu tertentu memberikan apa yang diperlukan guru untuk kehidupannya.
Para siswa bekerja
disamping belajar sehingga mereka dapat menjamin kehidupan gurunya. Buku
pelajaran yang dipegang oleh para siswa tersusun dari rangkaian daun lontar,
seperti yang bisa kita lihat di museum-museum. Adanya bukti tersebut
mengartikan bahwa bangsa kita pada waktu itu telah pandai membaca bahasa
Sanksekerta atau bahasa Kawi. Adapun huruf yang dipakai yaitu huruf Jawa.
Saat itu para pelajar
sering disebut sebagai cantrik, djedjangan dan putut. Dasar-dasar pendidikan
dan pengajaran adalah agama Buddha atau Brahma.
Perkembangan pendidikan dan
pengajaran di Mataram Lama ini banyak dikemukakan dari berita-berita Tiongkok.
Selain pelajaran agama Buddha mungkin sekali para siswa mempelajari kepustakaan
Hindu, seperti Mahabarata dan Ramayana. Hal ini bisa diidentifikasi dengan
keberadaan Candi Prambanan yang menceritakan Sri Rahma secara lengkap.
Pendidikan pada masa
Hindu-Buddha mengutamakan soal budi pekerti dan kesusilaan. Di bawah
pemerintahan Dinasti Sanjaya mengalami kemakmuran yang tinggi. Tidak terjadi
tindakan kriminal, misalnya sebuah kantong yang berisi uang yang terletak di
tepi jalan selama berbulan-bulan tidak diambil orang. Disiplin dan moral
tersebut nampaknya begitu mendalam dalam sanubari rakyat Mataram.
Tempat pendidikan pada
masa Hindu-Buddha sering disebut dengan pacatrikan ataupun padepokan. Padepokan
merupakan tempat menggembleng, melatih kanuragan, memanah, bela diri, melatih ilmu
pemerintahan, melatih ilmu kebudayaaan, kesenian dan bermasyarakat dan mengatur
pola hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
Padepokan didirikan
oleh kerajaan yang tujuannya untuk mempersiapkan para kader kerajaan yang kelak
ikut dalam birokrasi pemerintahan kerajaan. Setiap padepokan memiliki
kekhususan ilmu yang diajarkan, ada padepokan khusus untuk bela diri,
kesusastraan, pemerintahan atau kadang mencakup semuanya. Masyarakat saat itu
menitipkan anak-anaknya untuk dididik di padepokan tersebut.
Pendidikan pada Masa
Hindu-Buddha diarahkan pada kesempurnaan pribadi (terutama lapisan atas) dalam
hal agama, kekebalan dan kekuatan fisik, keterampilan memainkan senjata dan
menunggang kuda. Sedangkan bagi rakyat jelata atau rkayat lapisan bawah,
relatif belum mengenyam pendidikan.
Pendidikan Permulaan Masuknya Islam
Masuknya agama islam di Indonesia diawali melalui jalur perdagangan dan para wali
di masa itu pendidikan berorientasi pada
pembinaan Akhlak dan kepatuhan pada Allah melalui ibadah untuk keselamatan
(Islam)
media dan alat yang digunakan dalam mengenal islam ialah melalui Pesantren, Mengenal Buku-buku tulisan
Arab dan Melayu/Melayu Arab/Arab Gundul
SISTEM PERSEKOLAHAN MASA HINDIA BELANDA DI INDONESIA ABAD KE-20
Pada masa Hindia Belanda, terdapat tiga jenjang sekolah, yaitu sekolah
rendah, sekolah menengah, dan sekolah tinggi. Jalur sekolah untuk anak
Belanda adalah Europese Lagere School (ELS) ke Lycea, HBS V dan atau HBS
III. Dari sekolah Lycea dan HBS V dapat melanjutkan ke sekolah tinggi
(THS, GHS, atau RHS). Jalur sekolah bagi anak Belanda ini dapat juga
dimasuki oleh anak Bumiputera dan Tionghoa yang terpilih. Jalur sekolah
Bumiputera adalah HIS dengan lama belajar tujuh tahun. Setelah itu,
mereka dapat melanjutkan ke MULO, AMS, atau ke sekolah kejuruan Eropa
dan Kweekschool. Bagi masyarakat keturunan Tionghoa biasanya mereka
memilih jalur HCS (Hollandsche Chineesche School) dengan bahasa
pengantar Belanda. Sekolah untuk Bumiputera rendahan sendiri adalah
Sekolah Desa (Volkschool) dan Sekolah Kelas II (Tweede Inlandsche
School). Dari sekolah ini mereka dapat melanjutkan ke Schakel School
(sekolah peralihan) agar dapat melanjutkan ke MULO, AMS, dan sekolah
tinggi.
Empat Karakter Utama Pendidikan Jaman Kolonial Belanda
1. Dualistis-diskriminatif
Sekolah dibedakan untuk anak pribumi, anak belanda dan tionghoa, juga berdasarkan bahasa pengantarnya:
2. Gradualis
Sistem sekolah dikembangkan sangat lamban, sehingga perlu seratus tahun
lebih Indonesia memiliki sistem pendidikan yang lengkap dari tingkat
dasar hingga perguruan tinggi.
3. Konkordansi
Kurikulum dan sistem ujian disamakan dengan sekolah di negri Belanda, dan
4. Pengawasan yang sangat ketat
Pendidikan telah memberi peluang kepada bangsa Indonesia untuk mengisi
jabatan yang dahulunya khusus dicadangkan bagi "kasta" Eropa, dan secara
perlahan mejadikan memiliki etos budaya yang ingin semakin dekat dengan
budayanya orang-orang Belanda
Perbedaan Pendidikan Kolonial dan Pendidikan Nasional
- Pendidikan di masa Kolonial Menguasai
Bahasa pergaulan internasional setidaknya bahasa Belanda atau bahasa asing
lainnya, sedangkan di masa pendidikan nasional hanya menguasai Sastra Jawa, Arab dan Melayu
- Pendidikan di masa Kolonial Memadukan
kurikulum nasional dan internasional, sedangkan di masa pendidikan nasional menggunakan Kurikulum Lokal dan Nasional
- Mutu
guru dan Tenaga kependidikan, Mutu Sarana Prasarana, dan Sumber Belajar, serta
Mutu pengelolaan sekolah yang berbeda/timpang
Kesimpulan
Pendidikan dari zaman prasejarah hingga saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat sejalan dengan perkembangan teknologi. Karena ilmu teknologi di dapat dari perkembangan ilmu pengetahuan. Sampai saat dimana kita sedang mengalami bencana Pandemi Covid-19, ilmu pengetahuan berlomba lomba dalam mencari penawar dari virus tersebut. Kita sebagai Mahasiswa Informatika harus dapat beradaptasi dengan keadaan yang NEW NORMAL. Karena banyak dari kegiatan-kegiatan kita sehari hari menggunakan teknologi. Kita harus lebih mengasah kemampuan kita di bidang Informatika karena di situ banyak peluang yang muncul karena kondisi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar