Selasa, 16 Juni 2020

PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI DAN SEJARAH PGRI


GERAKAN GURU PADA MASA PERJUANGAN KEMERDEKAAN

Pada zaman penjajahan Belanda bermacam macam sekolah untuk golongan tertentu antara lain :

  1. Sekolah desa/rakyat (volksschool)  untuk masyarakat desa
  2. Sekolah dasar angka II (tweede inlandse school)  untuk rakyat biasa di kota-kota
  3. Sekolah dasar berbahasa belanda untuk anak-anak priyayi / pegawai pemerintahan Hindia belanda (100 gulden)
Perjalanan dan kisah dunia pendidikan GURU di Indonesia menyimpan banyak cerita. Salah satunya, pendidikan pada masa Hindia Belanda. Sekolah apa saja yang ada di masa itu? Setelah Ratu Wilhelmina mendukung politik etis di Hindia Belanda, beberapa konsep politik etis mulai diterapkan. Salah satunya mengenai pendidikan. Langkah awal yang dilakukan oleh pihak kolonial adalah dengan mendirikan sekolah, dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.

Tamatan bermacam macam sekolah guru:

  1. Sekolah Guru Desa
  2. Normal School (NS)
  3. Kweek School (KS)
  4. Hogere Kweek School (HKS)
  5. Hollands-Inlandse Kweekschool (HIK)
  6. Europese-Kweek School (EKS)
  7. Indische Hoofdacte

Perjalanan dan kisah dunia pendidikan di Indonesia menyimpan banyak cerita. Salah satunya, pendidikan pada masa Hindia Belanda. Sekolah apa saja yang ada di masa itu? Setelah Ratu Wilhelmina mendukung politik etis di Hindia Belanda, beberapa konsep politik etis mulai diterapkan. Salah satunya mengenai pendidikan. Langkah awal yang dilakukan oleh pihak kolonial adalah dengan mendirikan sekolah, dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ingat MULO dan HBS? Ini Beberapa Sekolah Umum pada Masa Hindia Belanda", https://edukasi.kompas.com/read/2018/07/06/15225391/ingat-mulo-dan-hbs-ini-beberapa-sekolah-umum-pada-masa-hindia-belanda?page=all.
Penulis : Aswab Nanda Pratama
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary
Perjalanan dan kisah dunia pendidikan di Indonesia menyimpan banyak cerita. Salah satunya, pendidikan pada masa Hindia Belanda. Sekolah apa saja yang ada di masa itu? Setelah Ratu Wilhelmina mendukung politik etis di Hindia Belanda, beberapa konsep politik etis mulai diterapkan. Salah satunya mengenai pendidikan. Langkah awal yang dilakukan oleh pihak kolonial adalah dengan mendirikan sekolah, dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ingat MULO dan HBS? Ini Beberapa Sekolah Umum pada Masa Hindia Belanda", https://edukasi.kompas.com/read/2018/07/06/15225391/ingat-mulo-dan-hbs-ini-beberapa-sekolah-umum-pada-masa-hindia-belanda?page=all.
Penulis : Aswab Nanda Pratama
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary

PGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932.

Semangat kebangsaan Indonesia telah lama tumbuh di kalangan guru-guru bangsa Indonesia. Organisasi perjuangan huru-guru pribumi pada zaman Belanda berdiri tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB).

Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah. Dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua. 

Sejalan dengan keadaan itu maka disamping PGHB berkembang pula organisasi guru bercorak keagamaan, kebangsaan, dan yang lainnya. 

Kesadaran kebangsaan dan semangat perjuangan yang sejak lama tumbuh mendorong para guru pribumi memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda. Hasilnya antara lain adalah Kepala HIS yang dulu selalu dijabat orang Belanda, satu per satu pindah ke tangan orang Indonesia. Semangat perjuangan ini makin berkobar dan memuncak pada kesadaran dan cita-cita kesadaran. Perjuangan guru tidak lagi perjuangan perbaikan nasib, tidak lagi perjuangan kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, tetapi telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak “merdeka.” Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya, kata “Indonesia” ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia. 

Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas. 

Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24 – 25 November 1945 di Surakarta. Melalaui kongres ini, segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku, sepakat dihapuskan.  Mereka adalah – guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan  Republik Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam kongres inilah, pada tanggal 25 November 1945 – seratus hari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan. 

Dengan semangat pekik “merdeka” yang bertalu-talu, di tangan bau mesiu pemboman oleh tentara Inggris atas studio RRI Surakarta, mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan : 

  1. Memepertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia; 
  2. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan; 
  3. Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya. 

Sejak Kongres Guru Indonesia itulah, semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah  Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). 

Jiwa pengabdian, tekad perjuangan dan semangat persatuan dan kesatuan PGRI yang dimiliki secara historis terus dipupuk dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan negara kesatuan republik Indonesia. Dalam rona dan dinamika politik yang sangat dinamis, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tetap setia dalam pengabdiannya sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan organisasi ketenagakerjaan, yang bersifat unitaristik, independen, dan tidak berpolitik praktis. 

Untuk itulah, sebagai penghormatan kepada guru, pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, menetapkan hari lahir PGRI tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional, dan diperingati setiap tahun. 

Semoga PGRI, guru, dan bangsa Indonesia tetap jaya dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

PGRI PADA MASA PERANG KEMERDEKAAN (1945-1949)

Anggota dari PGRI Fokus pada perjuangan fisik bersenjata. Terbukti mereka aktif dalam :

  1. Ikut panggul senjata pada perang gerilya
  2. PMI
  3. Penggerak dapur umum

Pada tanggal 5 Oktober 1945 didirikan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) yang bertugas melindungi keamanan rakyat dari provokasi belanda tidak sedikit guru yang menjadi TKR.

Tanggal 12 November 1945 TKR memilih kolonel sudirman sebagai panglima besar dengan pangkat Jendral.

Selanjutnya sejarah perjuangan PGRI dapat di lacak dari kongres yang satu ke kongres berikutnya. Dan dapat terlihat bahwa :

  1. Sejarah PGRI sangat lekat dengan sikon politik pada zamannya sejarah PGRI tidak ubahnya sejarah politik bangsa.
  2. Ada kalanya PGRI tetap non parpol ada kalanya PGRI lebur pada arus (mainstream) politik yang dominan pada masanya.

A.     Kongres II PGRI di Surakarta 21-23 November 1946

Kongres II ini menghasilkan 3 tuntutan yang diajukan kepada pemerintah, yaitu:

  1. Sistem pendidikan agar dilakukan atas dasar kepentingan nasional
  2. Gaji guru supaya jangan dihentikan
  3. Diadakannya Undang-undang Pokok Pendidikan dan Undang-undang Pokok Perburuhan.

B.      Kongres III PGRI di Madiun 27-29 Februari 1948

Kongres PGRI III diselenggarakan di tengah berkecamuknya perang kemerdekaan,. Kongres yang berlangsung dalam suasana darurat menghasilkan keputusan:

  1. Menghapus Sekolah Guru C (SGC), yaitu pendidikan guru 2 tahun setelah Sekolah Rakyat.
  2. Membentuk komisariat-komisariat daerah pada setiap keresidenan.
  3. Menerbitkan majalah “Sasana Guru” (Suara Guru)

PGRI memiliki haluan dan sifat perjuangan yang jelas yaitu :

  1. Mempertahankan NKRI
  2. Meningkatkan DikJarNas sesuai Pancasila/UUD 1945
  3. Non partai politik 

Selain itu sifat dan siasat Perjuangan PGRI antara lain :

  1. Korektif dan konstruktif tehadap pemerintah, yaitu mempertahankan kebebasan sebagai serikat sekerja
  2. Bekerjasama dengan serikat sekerja lain
  3. Bekerjasama dengan badan badan lain
  4. Bergerak ditengah masyarakat



PGRI pada Masa Demokrasi Liberal (1950-1959)


A.     Kongres IV PGRI di Yogyakarta 26-28 Februari 1950.

Kongres PGRI IV menghasilkan keputusan sebagai berikut:

  1. Mempersatukan guru-guru di seluruh tanah air dalam satu organisasi kesatuan, yaitu PGRI.
  2. Menyingkirkan segala rasa curiga dan semangat kedaerahan yang mengjangkiti para guru akibat pengaruh politik yang memecah belah wilayah RI.
  3. Mengeluarkan “Maklumat Persatuan” yang berisi seruan kepada seluruh masyarakat, khususnya guru untuk membantu menghilangkan suasana yang membahayakan antara golongan yang pro-Republik dan golongan yang kontra-Republik, serta menggalang persatuan dan kesatuan.

    Bagaimana Sikap PGRI terhadap Vaksentral ?

  1. Pada saat itu PGRI memandang bahwa sebagai serikat kerja (seperti serikat buruh lainnya) bergabung dalam SOBSI (Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia)
  2. Sejak kongres III Madiun (1948), tampak tanda-tanda beberapa orang dalam Presidium SOBSI untuk membawa vaksentral kedalam perjuangan politik yang merugikan PGRI (yang sudah bergabung dalam SOBSI)
  3. Ternyata orientasi politik SOBSI condong ke PKI (bahkan benar-benar menjadi orang PKI), maka 20 september 1948 keluar dari SOBSI,
  4. Walaupun ada 12 cabang meminta peninjauan terhadap keluarnya dari SOBSI, tetapi kongres IV Jogjakarta menyetujui pengunduran PGRI dari SOBSI
  5. Dalam kongres V bandung PGRI masuk GSBI (Gabungan Serikat Buruh Indonesia)
     
B. Kongres V PGRI di Bandung 19 – 24 Desember 1950

Kongres V diadakan 10 bulan setelah kongres IV di Yogyakarta, selain untuk menyongsong Lustrum I PGRI, juga untuk merayakan peleburan SGI/PGI ke dalam PGRI dan dapat dikatakan sebagai “Kongres Persatuan”. Kongres PGRI V ini menghasilkan keputusan, sebagai berikut:
  1. Menegaskan kembali Pancasila sebagai asas organisasi.
  2. Menugaskan kepada Pengurus Besar (PB) PGRI agar dalam waktu singkat melakukan segala usaha untuk menghilangkan perbedaan gaji antara golongan yang pro dan kontra republik.
  3. Melakukan konsolidasi organisasi dengan membentuk pengusu komisariat-komisariat daerah.
  4. PGRI menjadi anggota Gabungan Serikat Buruh Indonesia (SBSI)

C. Kongres VI PGRI di Malang 24-30 November 1952

Kongres PGRI V ini menghasilkan keputusan, sebagai berikut:

  A.     Bidang organisasi

  1. Asas PGRI = keadilan sosial, dengan dasarnya demokrasi
  2. PGRI tetap berada didalam GSBI


B.      Bidang pendidikan

    1. Sistem pengajaran diselaraskan dengan pembangunan
    2. KPKPKB (Kursus Pengantar Kepada Persiapan Kewajiban Belajar) dihapuskan akhir ajaran 1952/1953
    3. KPKB (Kursus Persamaan Kewajiban Belajar) diubah menjadi SR 6 tahun
    4. Kursus BI/BII pengadaan guru SLTP/A diatur sebaik mungkin
    5. Diadakan HarDikNas
C.      Bidang umum

anggaran belanja kementrian PP dan K ditingkatkan menjadi 25% dari APBN

Realisasi kongres VI PGRI di Malang tertuang dalam Skep Menteri Pp dan K No. 20/G1/C, 14/5/1954 ( berlaku: 1-7-1954)

  1. KPKPKB dihapus, sebagai gantinya SGB
  2. Ditiadakannya KPKB dijadikan SR 6 tahun
  3. Diubah SR 3 tahun SR 6 tahun
  4. KPL-SGA menjadi KGA (memiliki civil effect dalam kepegawaian juga lulusannya dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi
  5. Ditiadakannya syarat dinas 4 tahun untuk menempuh ujian persamaan SGB/SGA


D. Kongres VII PGRI di Semarang 24 November s/d 1 Desember 1954

Kongres PGRI VII menghasilkan keputusan sebagai berikut:

  1. Di bidang hukum : Pernyataan mengenai Irian Barat , Pernyataan mengenai korupsi, Resolusi mengenai desentralisasi sekolah , Resolusi mengenai pemakaian keuangan oleh Kementrian PP&K, dan Resolusi mengenai penyempurnaan cara kerja Kementrian PP&K
  2. Di bidang Pendidikan: Resolusi mengenai anggaran belanja PP&K yang harus mencapai 25% dari seluruh anggaran belanja Negara, Resolusi mengenai UU Sekolah Rakyat dan UU Kewajiban Belajar, Resolusi mengenai film, lektur, gambar serta radio, dan Pembentukan Dewan Bahasa Indonesia.
  3. Di bidang perburuhan: Resolusi tentang UU Pokok Kepegawaian , Pelaksanaan Peraturan Gaji Pegawai Baru, Tunjangan khusus bagi pegawai yang bertugas di daerah yang tidak aman, ongkos perjalanan cuti besar, Guru SR dinyatakan sebagai pegawai negeri tetap, Penyelesaian kepegawaian
  4. Di bidang organisasi : Pernyataan PGRI keluar dari GBSI dan menyatakan diri sebagai organisasi Non Vaksentral.
Di dalam kongres ini membicarakan masalah pendidikan agama lalu terjadi perbedaan pendapat, apakah:

a)  Diajarkan dalam sekolah

b) Cukup diajarkan diluar sekolah (pendapat ini disponsori oleh guru guru berhaluan komunis)

Lalu diadakan pemungutan suara yang menghasilkan keputusan :

c)       Dalam sekolah (558 suara)

d)      Luar sekolah (649 suara)

Setelah hasilnya diumumkan,PGRI mendapatkan tantangan baru dari masyarakat. Setelah diteliti ternyata masyarakat beralasan keputusan itu bertentangan dengan UUDS pasal 41 (3) yang berbunyi

“ penguasa memenuhi kebutuhan akan pengajaran umum yang diberikan atas dasar memperdalam keinsyafan kebangsaan mempererat persatuan indonesia, membangun dan memperdalam rasa perikemanusiaan,

Kesadaran dan penghormatan yang sama terhadap keyakinan agama setiap orang dengan memberikan kesempatan dalam jam pelajaran untuk mengajarkan agama sesuai dengan keinginan orang tua murid”.


PGRI pada Masa Orde Lama / DemokrasiTerpimpin (1959-1965)


A. Lahirnya PGRI Non-Vaksentral/PKI.

Kongres PGRI X di Jakarta (Glora Bung-Karno) Oktober 1962

Periode tahun 1962-1965 kongres ke X di selenggarakan dan merupakan episode yang sangat pahit bagi PGRI.Dalam masa ini lahirlah PGRI Non-Vaksentral yang merupakan perpecahan dalam tubuh PGRI. Perpecahan pada masa ini merupakan perpecahan yang lebih hebat dibandingkan dengan pada periode sebelumnya.Penyebab perpecahan itu bukan demi kepentingan guru atau profesi guru, melainkan karena ambisi politik dari luar dengan dalih (pembentukan kekuatan dan panggunaan kekuatan).

      B. Pemecatan Massal Pejabat Departemen PP&K (1964)

      Dikarenakan Keputusan Presiden No. 187/1964 dan No. 188/1964 tanggal 4 Agustus 1964 yang diambil atas usul Menteri PP&K tanggal 29 Juli 1964 No. 17985/S tentang Reorganisasi Departemen PP&K yang mengubah jumlah Pembantu Menteri PP&K dari 3 menjadi 2 orang. Hal ini membuat gelisah sejumlah pejabat di lingkungan Departemen PP&K, karena dirasakan tidak ada jaminan hukum (rechtzekerheid) bagi pegawai dan karier mereka. Maka sebanyak 28 pegawai tinggi Departemen PP&K (seorang kemudian menarik diri) mengirim surat kepada Menteri Prijono dengan maksud untuk menjernihkan kembali suasana Departemen PP&K. Surat ini ditanggapi dengan memberhentikan ke-27 pejabat tersebut dengan alasan “ätas dasar permintaan sendiri”.

     Karena heboh mengenai pemecatan 27 orang pejabat berkenaan dengan isi Moral Pendidikan Pancawardhana, akhirnya Presiden membantuk sendiri panitia dengan nama “Panitia Negara Penyempurnaan Sistem Pendidikan Pancawardhana”. Panitia ini diberi tugas untuk menyampaikan pertimbangan tentang “Pemecatan Massal”, ke-27 orang tersebut dinyatakan tidak bersalah.

       C. Kedudukan PGRI Pasca-Peristiwa G30 S/PKI

      Mengenai kedudukan PGRI sendiri, sejak kongres VII di Semarang tahun 1954 ditegaskan, bahwa PGRI adalah organisasi Non-Vaksentral yang kemudian dipakai kembali oleh PKI dengan arti yang dimanipulasi ketika mendirikan PGRI Non-Vaksenstral tahun 1964 yang berbeda-beda dengan PGRI-Kongres. PGRI mencoba turut dalam memprakarsai dan menghimpun organisasi-organisasi pegawai negeri dalam bentuk Rapat Kerja Sama (RKS), kemudian PGRI keluar setelah lembaga tersebut dimasuki dan dikuasai PKI.Selanjutnya PGRI memprakarsai berdirinya Persatuan Serikat Pekerja Pegawai Negeri (PSPN) yang ketua umumnya M.E. Subiandinata.Pada tahun 1967 PGRI juga memprakarsai berdirinya MPBI (Majelis Permusyawaratan Buruh Indonesia) dan FBSI (Federal Buruh Seluruh Indonesia).

       D. Usaha PGRI Melawan PGRI Non-Vaksentral/PKI.

PGRI Non-Vaksentral dibentuk dimana-mana, kadang-kadang di tempat-tempat tertentu hanya di atas kertas sementara anggota-anggotanya pun kadang-kadang bukan guru, melainkan Pegawai Jawatan Kereta Api, buruh perkebunan dan lain-lain.

Untuk menyelamatkan pendidikan dari berbagai perpecahan di kalangan guru, Presiden Soekarno turun tangan membentuk Majelis Pendidikan Nasional yang menerbitkan Penpres (Penetapan Presiden) No. 19 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila sebagai hasil kerja dari Panitia Negara untuk Penyempurnaan Sistem Pendidikan Pancawardhana. Dengan turun tangannya pemerintah, memang ketengangan sedikit berkurang, akan tetapi bagi PGRI Penpres tersebut tidak berhasil mempersatukan kembali organisasi ini, karena perpecahan yang terjadi dalam organisasi ini berakar pada landasan ideologi yang sangat prinsipil, sungguh perpecahan tersebut adalah peristiwa yang sangat pahit bagi PGRI.

 

Kesimpulan

    Kelahiran PGRI bertujuan untuk menjadikan wadah bagi para guru dalam memperoleh, meningkatkan,dan membela hak asasinya baik sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, maupun pemangku profesi keguruan. Dengan demikian para guru mempunyai organisasi yang tepat untuk mensejahterakan guru yang sekarang di tuntut bekerja lebih professional demi tercapainya tujuan pendidikan. Ikut menjaga persatuan dan kesatuan NKRI, serta bersifat Unitaristik, Independen dan Non partai politik. Kita sebagai mahasiswa Informatika harus memiliki sifat yang hampir sama di masa pandemi Covid-19 ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar